Papeda dengan kuah Ikan Baretang. Siap disantap. (Foto: Koleksi pribadi)
Begitu membaca thema yang ditetapkan Kompasiana Freez tentang kuliner
unik, saya langsung teringat dengan makanan khas Papua dan Maluku.
Makanan tersebut merupakan makanan kegemaran saya di masa kecil saya di
sana sampai pada waktu saya harus pindah ke Bandung untuk kuliah.
Sekarang, sudah sangat jarang menyantapnya. Kecuali mendapat kiriman
dari Fakfak, Papua.
Mulai dari proses pembuatannya, bentuk, tekstur, dan rasanya makanan
ini memang sangat unik. Makanan yang saya maksudkan itu ada dua.
Namanya Papeda dan Sagu.
Bentuk, tekstur, dan rasa papeda sangat unik. Karena wujudnya yang
lembek itu benar-benar seperti lem yang biasanya dipakai di
kantor-kantor pos. Sedangkan sagu adalah sebaliknya, berbentuk
batangan-batangan pendek sekitar 10 cm dan sangat keras. Sekeras kayu!
Lalu, bagaimana caranya mengkonsumsi “lem” dan “kayu” ini?
Papeda dan sagu terbuat dari tepung sagu yang diambil dari pohon sagu
yang banyak tumbuh di Papua dan Maluku. Baik yang tumbuh secara liar,
maupun yang dibudidayakan (secara tradisional). Bahan yang menjadi
tepung sagu itu diambil dengan cara menokok batang pohonnya.
Bonggol yang berasal dari batang pohon itu diperas untuk diambil
saripatinya. Saripati inilah yang kemudian menjadi tepung sagu yang
siap diolah menjadi beraneka macam bahan kue dan makanan. Di Papua yang
paling terkenal secara tradisional adalah dua macam makanan yang saya
sebutkan di atas.
Saripati yang telah menjadi tepung sagu itu disimpan di wadah-wadah
yang terbuat dari dedaunan kering, yang disebut tumang. Tumang-tumang
berisi tepung sagu ini disimpan di tempat yang kering dan bersuhu
hangat (tidak lembab).
Pohon sagu, hasil budi-daya yang merupakan salah satu program Freeport Perduli di Mimika
Tepung sagu yang disimpan di tumang-tumang. Disimpan di tempat kering dan tidak lembab
Papeda
Untuk membuat papeda tepung sagu diambil secukupnya, diletakkan di
dalam sebuah wadah kemudian disiram dengan air panas mendidih sambil
diaduk sampai berwujud lembek seperti lem.Untuk mengkonsumsinya
biasanya ditemani dengan ikan masak kuah kuning, yang dinamai ikan
baretang.
Pertama-tama kuah ikan ditaruh di dalam piring, kemudian papeda diambil
dengan cara menggunakan dua buah garpu atau sumpit sambil diputar-putar
agar bisa terambil sebanyak yang diinginkan. Lalu, ditaruh di dalam
piring yang sudah ada kuah ikan baretangnya itu. Selain untuk
dikonsumsi bersama papeda, kuah ikan ini juga berfungsi supaya papeda
tidak lengket di piring.
Agar cita rasanya bertambah, dan ada asupan protein dan gizi yang
cukup, maka sebaiknya ditambah dengan ikan baretangnya dan sayur. Sayur
yang paling pas untuk ini adalah kangkung tumis.
Cara makannya jangan dengan disendok seperti menyendok nasi, tetapi
dengan cara sedikit menyedotnya bersama dengan kuah ikannya ke dalam
mulut. Terus langsung ditelan. Tidak perlu dikunyah.
Untuk membuat ikan baretang, berikut resepnya singkatnya:
Jenis ikan yang dipakai yang paling cocok adalah kakap merah, mubara,
tongkol, atau ikan kembung. Bagi yang suka, resep ikan baretang ini
bisa dibuat dari kepala ikan kakap.
Lumuri ikan yang telah dipotong-potong dengan air jeruk dan garam. Diamkan sebenatr supaya meresep.
Bumbunya: bawang merah, bawang putih, sereh, kunyit, lengkuas, jahe,
cabe keriting, cabe kecil (kalau mau pedas). Semua bahan ini
dihaluskan. Ditumis sampai berbau harum. Masukkan ikan. Tambahkan
garam, vetsin, gula, tomat (dipotong-potong), daun jeruk (2 lembar).
Kalau suka asam ditambah air jeruk nipis, atau air asam Jawa.
Cara membuat papeda, tepung sagu disiram air panas mendidih sambil diaduk (http://edratna.wordpress.com)
Papeda siap disantap bersama kuah ikan baretang (koleksi pribadi)
Ikan kuah kuning (baretang( (detikfood.com)
Sagu
Cara membuat sagu adalah dengan menempatkan tepung sagu di dalam
cetakannya. Umumnya berbetuk batang-batangan dengan panjang sekitar 10
cm, diameter sekitar 3 cm. Setelah itu dibakar di atas api menyala
sampai benar-benar kering dan keras. Kemudian dikeluarkan dari
wadahnya. Didinginkan. Siap disantap.
Siap disantap, bukan berarti Anda bisa langsung mengigit dan
mengunyahnya. Karena itu tak mungkin bisa Anda lakukan, atau gigi Anda
yang malah patah. Saking kerasnya sagu ini. Untuk mengkonsumsinya ada
caranya. Yakni harus terlebih dahulu dicelupkan/direndam sebentar ke
dalam air minum, teh manis hangat, atau kopi. Dicelupkan sebentar
sampai menjadi agak lunak dan bisa digigit/dikunyah. Jangan terlalu
lama, karena akan menjadi terlalu lembek dan rasanya menjadi tidak enak.
Berbicara tentang rasa, rasa sagu ini adalah hambar. Apalagi kalau yang
digunakan untuk mencelupkannya itu hanyalah air minum biasa saja. Kalau
menggunakan teh manis dan kopi tentu saja ada rasa teh dan kopi itu.
Tetapi ini tidaklah cukup untuk bisa benar-benar menikmati lezatnya
sagu. Harus ditemani dengan lauk khusus yang paling cocok dengan sagu.
Yang bukan lain adalah ikan bakar dicelup sambal kecap. Rasanya
benar-benar unik dan sangat lezat.
Sagu dimakan dengan cara dicelup ke dalam air minum, teh, atau kopi
Sagu sangat cocok (wajib) dimakan bersama ikan bakar dengan sambal kecap
Salah satu hiburan di Papua adalah dengan memancing atau menjaring ikan
yang begitu melimpah di laut Papua, dan/atau piknik ke pulau-pulau
kosong. Sewaktu saya masih tinggal di Fakfak, pulau favorit sebagai
tempat liburan keluarga adalah piknik ke sebuah pulau kosong. Kami
biasa menggunakan perahu berkapasitas 10-15 orang, dilengkapi motor
tempel 80PK, lama perjalanan sekitar 1/2 - 1 jam dari Fakfak.
Namanya Pulau Ega, terletak di sebelah barat Pulau Panjang.
Biasanya, dari rumah berangkat sekitar pukul 5-6 pagi. Bekal yang
dibawa hanyalah sagu, dengan sedikit nasi putih, dan minuman. Tidak ada
lauk-pauknya. Lauk pauknya nanti diambil dari dalam laut, yaitu ikan.
Sampai di pulau Ega, para perempuan, ibu-ibu dan anak-anak diturunkan.
Kaum perempuan mengurus anak-anak, anak-anak bermain pasir dan berenang
di pantai. Kaum laki-laki, bapak-bapaknya kemudian melaut. Ada yang
menjaring ikan yang lokasinya hanya beberapa ratus meter dari pulau.
Ada juga yang pergi memancing di laut dalam. Lokasinya cukup jauh dari
pulau. Biasanya di lokasi di mana pulau-pulau sudah tidak kelihatan
lagi. Air lautnya berwarna biru atau hitam, menunjukkan kedalamannya.
Yang memburu ikan dengan cara
menjaring adalah untuk mendapat ikan-ikan kembung. Sedangkan yang di
laut dalam untuk mendapat ikan kakap merah dan sejenisnya.
Setelah dirasakan cukup. Semuanya kembali ke pulau. Ikan-ikan hasil
tangkapan yang masih sangat segar, bahkan ada yang masih hidup,
langsung dibakar. Setelah matang langsung disantap dengan sagu yang
telah dibawa dari rumah. Dalam keadaan kelaparan, dan capek diterpa
sinar matahari yang menyengat kulit, makanan yang hanya terdiri dari
sagu, ikan bakar dan sambal kecap itu terasa luar biasa lezatnya.
Daging ikan segar itu saja sudah terasa sangat empuk dan manis. Selama
di Jawa, saya belum pernah merasakan daging ikan seenak seperti di
Fakfak, Papua ini. Sekadar diketahui bahwa panasnya sinar matahari di
laut lebih panas dan menyengat daripada di daratan.
Hmmmm… lezatnya luar biasa. Kata orang Papua, saking enaknya sampai
ketika meraba telinga, seolah-olah telinganya sudah “hilang.” ***