Senin, 19 Maret 2012

makanan khas Yogyakarta


Gudeg

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Perlu waktu berjam-jam untuk membuat masakan ini.
Nasi Gudeg.jpg
Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh),ayam kampungtelurtahu dan sambal goreng krecek.
Ada berbagai varian gudeg, antara lain:
  • Gudeg kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan pada masakan padang.
  • Gudeg basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer.
  • Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih.

[sunting]Anekdot



Ada sebuah cerita yang beredar di masyarakat yang mengisukan bahwa warna coklat pada gudeg dihasilkan dari darah ayam yang ditambahkan pada masakan. Mitos ini tidak benar, karena warna coklat dihasilkan dari daun jati.[rujukan?]

[sunting]Pranala luar

Selasa, 06 Maret 2012


Bahan - bahan :
  • Beras 500g,
  • Bawang Merah 10 siung,
  • Bawang Putih 10 siung,
  • Kunir 1 Jari,
  • Terasi 1 iris,
  • Garam Secukupnya,
  • Cabai 4 biji,
  • Merica 1 sendok teh
Cara Pembuatan :
  • Pertama beras di tanak menjadi nasi.
  • Bawang merah, bawang putih dan kunir diiris, selanjutnya digoreng dan setelah matang diangkat dengan minyaknya.
  • Terasi dan garam diremas, dan digoreng sampai harum.
  • Cabai dan merica diulek.
  • Nasi kemudian dicampur dengan bumbu yang sudah dipersiapkan, selanjutnya diaduk sampai merata.
  • Setelah rata nasi kuning siap dihidangkan dengan menaburi sambal goreng bali, daun kemanggi, dan kecai diatasnya.
  • Sambal goreng bali dibuat dengan cra sebagai berikut: 0,5 butir kelapa diparut dan digoreng setenagh matang.
  • Bawang putih (2 siung), kencur (1jari), kunir (0,25 jari), garam, cabai dan terasi secukupnya diulek menjadi satu.
  • Kemudian bumbu yang sudah dihaluskan dicampur dengan kelapa parut setengah matang selanjutnya digoreng dan diaduk sampai matang.

Senin, 05 Maret 2012

masakan khas irian jaya


Lezatnya Menyantap “Lem” dan “Kayu” Khas Papua



1330442081800389369
Papeda dengan kuah Ikan Baretang. Siap disantap. (Foto: Koleksi pribadi)
Begitu membaca thema yang ditetapkan Kompasiana Freez tentang kuliner unik, saya langsung teringat dengan makanan khas Papua dan Maluku. Makanan tersebut merupakan makanan kegemaran saya di masa kecil saya di sana sampai pada waktu saya harus pindah ke Bandung untuk kuliah. Sekarang, sudah sangat jarang menyantapnya. Kecuali mendapat kiriman dari Fakfak, Papua.
Mulai dari proses pembuatannya, bentuk, tekstur, dan rasanya makanan ini memang sangat unik. Makanan yang saya maksudkan itu ada dua. Namanya Papeda dan Sagu.
Bentuk, tekstur, dan rasa papeda sangat unik. Karena wujudnya yang lembek itu benar-benar seperti lem yang biasanya dipakai di kantor-kantor pos. Sedangkan sagu adalah sebaliknya, berbentuk batangan-batangan pendek sekitar 10 cm dan sangat keras. Sekeras kayu!
Lalu, bagaimana caranya mengkonsumsi “lem” dan “kayu” ini?
Papeda dan sagu terbuat dari tepung sagu yang diambil dari pohon sagu yang banyak tumbuh di Papua dan Maluku. Baik yang tumbuh secara liar, maupun yang dibudidayakan (secara tradisional). Bahan yang menjadi tepung sagu itu diambil dengan cara menokok batang pohonnya.
Bonggol yang berasal dari batang pohon itu diperas untuk diambil saripatinya. Saripati inilah yang kemudian menjadi tepung sagu yang siap diolah menjadi beraneka macam bahan kue dan makanan. Di Papua yang paling terkenal secara tradisional adalah dua macam makanan yang saya sebutkan di atas.
Saripati yang telah menjadi tepung sagu itu disimpan di wadah-wadah yang terbuat dari dedaunan kering, yang disebut tumang. Tumang-tumang berisi tepung sagu ini disimpan di tempat yang kering dan bersuhu hangat (tidak lembab).
13282026912022417546
Pohon sagu, hasil budi-daya yang merupakan salah satu program Freeport Perduli di Mimika
1328202763117536297
Tepung sagu yang disimpan di tumang-tumang. Disimpan di tempat kering dan tidak lembab
Papeda
Untuk membuat papeda tepung sagu diambil secukupnya, diletakkan di dalam sebuah wadah kemudian disiram dengan air panas mendidih sambil diaduk sampai berwujud lembek seperti lem.Untuk mengkonsumsinya biasanya ditemani dengan ikan masak kuah kuning, yang dinamai ikan baretang.
Pertama-tama kuah ikan ditaruh di dalam piring, kemudian papeda diambil dengan cara menggunakan dua buah garpu atau sumpit sambil diputar-putar agar bisa terambil sebanyak yang diinginkan. Lalu, ditaruh di dalam piring yang sudah ada kuah ikan baretangnya itu. Selain untuk dikonsumsi bersama papeda, kuah ikan ini juga berfungsi supaya papeda tidak lengket di piring.
Agar cita rasanya bertambah, dan ada asupan protein dan gizi yang cukup, maka sebaiknya ditambah dengan ikan baretangnya dan sayur. Sayur yang paling pas untuk ini adalah kangkung tumis.
Cara makannya jangan dengan disendok seperti menyendok nasi, tetapi dengan cara sedikit menyedotnya bersama dengan kuah ikannya ke dalam mulut. Terus langsung ditelan. Tidak perlu dikunyah.
Untuk membuat ikan baretang, berikut resepnya singkatnya:
Jenis ikan yang dipakai yang paling cocok adalah kakap merah, mubara, tongkol,  atau ikan kembung. Bagi yang suka, resep ikan baretang ini bisa dibuat dari kepala ikan kakap.
Lumuri ikan yang telah dipotong-potong dengan air jeruk dan garam. Diamkan sebenatr supaya meresep.
Bumbunya: bawang merah, bawang putih, sereh, kunyit, lengkuas, jahe, cabe keriting, cabe kecil (kalau mau pedas). Semua bahan ini dihaluskan. Ditumis sampai berbau harum. Masukkan ikan. Tambahkan garam, vetsin, gula, tomat (dipotong-potong), daun jeruk (2 lembar). Kalau suka asam ditambah air jeruk nipis, atau air asam Jawa.
13282028231264230104
Cara membuat papeda, tepung sagu disiram air panas mendidih sambil diaduk (http://edratna.wordpress.com)
1328203035371958645
Papeda siap disantap bersama kuah ikan baretang (koleksi pribadi)
13282038451707420830
Ikan kuah kuning (baretang( (detikfood.com)
Sagu
Cara membuat sagu adalah dengan menempatkan tepung sagu di dalam cetakannya. Umumnya berbetuk batang-batangan dengan panjang sekitar 10 cm, diameter sekitar 3 cm. Setelah itu dibakar di atas api menyala sampai benar-benar kering dan keras. Kemudian dikeluarkan dari wadahnya. Didinginkan. Siap disantap.
Siap disantap, bukan berarti Anda bisa langsung mengigit dan mengunyahnya. Karena itu tak mungkin bisa Anda lakukan, atau gigi Anda yang malah patah. Saking kerasnya sagu ini. Untuk mengkonsumsinya ada caranya. Yakni harus terlebih dahulu dicelupkan/direndam sebentar ke dalam air minum, teh manis hangat, atau kopi. Dicelupkan sebentar sampai menjadi agak lunak dan bisa digigit/dikunyah. Jangan terlalu lama, karena akan menjadi terlalu lembek dan rasanya menjadi tidak enak.
Berbicara tentang rasa, rasa sagu ini adalah hambar. Apalagi kalau yang digunakan untuk mencelupkannya itu hanyalah air minum biasa saja. Kalau menggunakan teh manis dan kopi tentu saja ada rasa teh dan kopi itu. Tetapi ini tidaklah cukup untuk bisa benar-benar menikmati lezatnya sagu. Harus ditemani dengan lauk khusus yang paling cocok dengan sagu. Yang bukan lain adalah ikan bakar dicelup sambal kecap. Rasanya benar-benar unik dan sangat lezat.

1328203161300827374
Sagu dimakan dengan cara dicelup ke dalam air minum, teh, atau kopi 
1328203261828673013
Sagu sangat cocok (wajib) dimakan bersama ikan bakar dengan sambal kecap 

Salah satu hiburan di Papua adalah dengan memancing atau menjaring ikan yang begitu melimpah di laut Papua, dan/atau piknik ke pulau-pulau kosong. Sewaktu saya masih tinggal di Fakfak, pulau favorit sebagai tempat liburan keluarga adalah piknik ke sebuah pulau kosong. Kami biasa menggunakan perahu berkapasitas 10-15 orang, dilengkapi motor tempel 80PK, lama perjalanan  sekitar 1/2 - 1   jam dari Fakfak. Namanya Pulau Ega, terletak di sebelah barat Pulau Panjang.
Biasanya, dari rumah berangkat sekitar pukul 5-6 pagi. Bekal yang dibawa hanyalah sagu, dengan sedikit nasi putih, dan minuman. Tidak ada lauk-pauknya. Lauk pauknya nanti diambil dari dalam laut, yaitu ikan.
Sampai di pulau Ega,  para perempuan, ibu-ibu dan anak-anak diturunkan. Kaum perempuan mengurus anak-anak, anak-anak bermain pasir dan berenang di pantai. Kaum laki-laki, bapak-bapaknya kemudian melaut. Ada yang menjaring ikan yang lokasinya hanya beberapa ratus meter dari pulau. Ada juga yang pergi memancing di laut dalam. Lokasinya cukup jauh dari pulau. Biasanya di lokasi di mana pulau-pulau sudah tidak kelihatan lagi. Air lautnya berwarna biru atau hitam, menunjukkan kedalamannya.

1328203423804998686



Yang memburu ikan dengan cara menjaring adalah untuk mendapat ikan-ikan kembung. Sedangkan yang di laut dalam untuk mendapat ikan kakap merah dan sejenisnya.
Setelah dirasakan cukup. Semuanya kembali ke pulau. Ikan-ikan hasil tangkapan yang masih sangat segar, bahkan ada yang masih hidup, langsung dibakar. Setelah matang langsung disantap dengan sagu yang telah dibawa dari rumah. Dalam keadaan kelaparan, dan capek diterpa sinar matahari yang menyengat kulit, makanan yang hanya terdiri dari sagu, ikan bakar dan sambal kecap itu terasa luar biasa lezatnya. Daging ikan segar itu saja sudah terasa sangat empuk dan manis. Selama di Jawa, saya belum pernah merasakan daging ikan seenak seperti di Fakfak, Papua ini. Sekadar diketahui bahwa panasnya sinar matahari di laut lebih panas dan menyengat daripada di daratan.
Hmmmm… lezatnya luar biasa. Kata orang Papua, saking enaknya sampai ketika meraba telinga, seolah-olah telinganya sudah “hilang.” ***